“Saya Paling Takut!” Untung Ada Fast Track Haji

Selasa, 16 Juli 2024 - 12:25 | 1
“Saya Paling Takut!” Untung Ada Fast Track Haji
Ilustrasi Jemaah haji 2024. (Foto: Dok. Istimewa)

TIMES HAJI, JAKARTA – Selalu dalam hidup ada hal yang mudah dan ada pula yang sulit. Mudah, mungkin karena ada pengalaman sebelumnya. Mudah, bisa juga karena sudah ada pengetahuan sebelumnya. Prior knowledge, kata Orang Barat. Dan mudah, bisa pula karena memang berada di bawah standar yang sudah pernah dialami atau diketahui. Nah, dalam hidup selalu ada proses seperti itu. Selalu ada hal yang dirasakan seperti itu. Karena itu, fasilitasi tidak selalu menjadi kebutuhan. Karena semua dalam jangkauan.

Tapi hidup tak selalu berjalan seperti itu. Kadang ada yang sulit. Situasinya berkebalikan dengan yang mudah seperti dijelaskan di atas. Sulit, bisa saja muncul karena tak ada pengalaman sebelumnya. Bisa pula hadir saat diri tak memiliki pengetahuan memadai tentangnya. Juga bisa pula terjadi saat diri mengalaminya di bawah standar yang sudah pernah dialami dan diketahui sebelumnya. Pada situasi inilah, fasilitasi selalu dirasakan sangat membantu. Bahkan mendesak. Karena itu, kehadirannya dinanti selalu. Agar hidup terjaga dalam mutu.   

Bagian tak terpisah dari yang sulit itu biasanya hadir sesuatu yang ditakuti. Itu wajar, karena pasti yang sulit bikin hati selalu tidak nyaman. Gelisah setiap saat bisa hadir bersama yang sulit itu. Apalagi, sulit dan gelisah itu datang saat seseorang berada di luar daerah asalnya. Apalagi di luar negeri. Kultur dan tradisinya tak sama. Apalagi, bahasanya juga berbeda. Tentu, rasa takut akhirnya muncul setiap waktu. Akibat rasa sulit dan gelisah yang menggelayuti.

‘Saya itu paling takut, [atau] paling nggak enak, kalau di luar negeri itu menghadapi imigrasi,” begitu urai Ahmad Najihal Amal, jamaah dari sektor 05 Hotel 514 penerbangan SOC74. Kalimat ini dia utarakan untuk menjelaskan suasana batinnya saat berada di bandara negara tujuan. Untuk kepentingan apapun. Dan dalam penerbangan apapun. Pernyataan itu disampaikan di hadapan anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Haji 2024, Mahmud Syaktut, Affan Rozi, Masnun Tahir, Martin Kustanti dan saya sendiri (5 Juni 2024).

“Paling deg-degan kan itu!” tegasnya menjelaskan lebih lanjut nan konkret mengapa dan bagaimana jemaah haji Bernama Ahmad Najihal Amal itu mengalami rasa takut itu. Suasana hati itu membuat semuanya jadi terasa tidak nyaman dan tidak enak baginya. Kata “deg-degan” dalam ungkapan tersebut menjelaskan bagaimana situasi batin yang dia alami begitu menghadapi proses keimigrasian di bandara negara tujuan. Deg-degan itu menandai gerak jantung yang makin cepat. Dan, itu isyarat bahwa ada perasaan yang tidak biasa yang sedang dihadapi. Mulai dari rasa tidak nyaman, gelisah hingga takut.

Ahmad Najihal Amal adalah seorang Gus pengasuh pesantren. Jangan dibayangkan bahwa dia ini tak punya pengalaman bepergian ke luar negeri. Selain sebagai pengasuh pesantren, dia juga seorang profesional di bidangnya: akademisi yang pengusaha. Pengalaman ke luar negerinya itu untuk memenuhi tugas profesional di bidang usaha bisnis dan sekaligus akademisi di bidang bisnis internasional. Artinya, dia punya pengalaman yang sangat banyak dalam mobilitas internasional. Tapi, ungkapannya yang kukutip pada paragraf di atas menjelaskan, toh begitu, tetap saja dia tak bisa keluar dari perasaan takut saat berhadapan dengan proses keimigrasian di negara tujuan.  

Tapi, lain pada pengalamannya berhaji pada tahun 1445 H/2024M ini. Dia tidak takut. Dia tidak deg-degan. Juga tidak gelisah. Begini jelasnya: “Tapi, Ketika musim haji ini imigrasi Arab Saudi dipindahin ke Indonesia, ya sudah satu pekerjaan sendiri sudah habis, selesai, hilang. Ngurusi imigrasi dan bea cukai. Selesai di sana [di Indonesia]. Di sini tinggal masuk hotel. Sudah, selesai.” Begitu penjelasannya menggambarkan bagaimana inovasi layanan kemigrasian telah dilakukan  oleh Pemerintah RI melalui Kementerian Agama untuk memberikan fasilitasi yang tinggi keada jemaah haji Indonesia.

Di bandara tujuan, baik di Jeddah maupun Madinah, jemaah haji Indonesia tak perlu lagi berhadapan dengan proses keimigrasian oleh petugas imigrasi bandara Arab Saudi. Mengapa begitu? Karena seluruh proses pemeriksaan kemigrasian dan kebeacukaian yang seharusnya dan lazimnya dilaksanakan di bandara negara tujuan telah dipindahkan sebelumnya ke bandara tempat keberangkatan jemaah haji saat masih berada di Indonesia. Semua telah diselesaikan sebelumnya di embarkasi Indonesia itu. Dengan begitu, tak ada lagi pemeriksaan kemigrasian dan kebeacukaian di bandara tujuan haji, baik Jeddah maupun Madinah.   

Itulah yang disebut dengan fast track. Yakni, kebijakan percepatan proses pemeriksaan kemigrasian dan kebeacukaian dengan memajukan-memindahkan proses pemeriksaan itu dari bandara tujuan haji di Jeddah ataupun Madinah ke bandara embarkasi di Indonesia saat keberangkatan ke Arab Saudi. Konkretnya, proses pemeriksaan itu dilakukan saat jemaah haji akan meninggalkan Indonesia menuju Arab Saudi. Lalu, saat tiba di bandara tujuan haji di Arab Saudi itu, jemaah haji Indonesia itu tak perlu lagi mengantre panjang dan mengalami pemeriksaan kemigrasian dan kebeacukaian di hadapan petugas imigrasi Arab Saudi di Bandara  Jeddah ataupun Madinah.

Untuk musim haji 1445 H/2024M ini, baru tiga embarkasi yang mendapatkan fasilitas fast track di atas. Ketiganya adalah Bandara Djuanda Surabaya, Adi Soemarmo Solo, dan Soekarno-Hatta Tangerang, Banten. Banyak pertimbangan yang diambil. Utamanya soal gemuknya jumlah jemaah haji yang berangkat dari tiga embarkasi itu. Juga kesiapan infrastruktur yang ada di masing-masingnya.  Selain ketuganya, belum ada yang lain. Seluruh jemaah haji Indonesia yang berangkat ke Arab Saudi melalui tiga embarkasi itu sudah mengalami proses pemeriksaan yang didahulukan-dipercepat di masing-masing embarkasi dimaksud.

Jemaah pun senang luar biasa. Apa yang disinyalir sebagai “ketakutan” seperti disitir di atas tak dialami lagi begitu sampai di bandara Arab Saudi. Sebab, saat sampai di bandara tujuan haji di Arab Saudi itu, semua jemaah haji Indonesia dari tiga embarkasi di atas tak perlu lagi menghadapi pemeriksaan kemigrasian dan kebeacukaian. Sudah tak ada lagi pemeriksaan-pemeriksaan itu. Sudah selesai saat masih di Indonesia sewaktu proses keberangkatan haji. Akhirnya, persaan “takut” dan “deg-degan” yang dirasakan oleh banyak jemaah haji Indonesia pada umumnya kini tak lagi ditemukan pada jemaah haji Indonesia dari tiga embarkasi di atas.

Melihat kelebihan dan manfaat fast track di atas, jika ditanyakan kepada jemaah yang sudah mengalaminya fasilitas fast track itu, pasti akan muncul rekomendasi diperluas. Sebab, manfaat konkret langsung dirasakan oleh jemaah haji Indonesia. “Orang lalu langsung fokus pada ibadah hajinya. Umrah wajibnya langsung hari itu juga bisa selesai. Itu top!” Demikian apresiasi Ahmad Najihal Amal terhadap inovasi kebijakan layanan berupa fasilitas fast track di atas. Yang ditakuti soal pemeriksaan imigrasi di luar negeri kini tak lagi ada. Sebab, kalau urusan checking imigrasi di bandara negara tujuan itu bisa diselesaikan lebih dulu di waktu keberangkatan di imigrasi di dalam negeri, tentu manfaatnya sangat dirasakan.

Apalagi, dari kuripan penjelasan Ahmad Najihal Amal, jelas tergambar bahwa manfaat fasilitas fast track itu tidak sekadar mengurangi beban psikologis Jemaah haji Indonesia. Emalinkan sekaligus juga memudahkan dan mempercepat tertunaikannya  kerinduan jemaah haji untuk melaksanakan ibadah di Tanah Suci. Termasuk di antaranya umrah wajib dalam rangkaian panjang pelaksanaan ibadah haji.

Kenikmatan-kenikmatan teknis dan spiritual dari fasilitasi fast track di atas sudah barang tentu dirindukan oleh semua Jemaah haji Indonesia dari berbagai titik embarkasi yang ada. Apa yang dirasakan oleh jemaah haji bernama Ahmad Najihal Amal di atas juga pasti ingin dinikmati pula oleh jemaha-jemaah haji lainnya dari berbagai daerah di Indonesia. Karena itu, rencana perluasan pemberlakukan fasilitasi fast track di atas adalah rencana yang sangat masuk akal.

Saat kepuasan didapatkan, tiada terasa lagi kesulitan. Saat inovasi fast track menjadi solusi layanan keimigrasian, tantangan lain dalam pelaksanaan ibadah haji bisa teringankan. Kebutuhan jemaah haji Indonesia pun akan semakin lama semakin terpenuhi. Untuk terwujudnya pelaksanaan ibadah haji sesuai ekspektasi. Hidup memang tak selalu mudah sepanjang hari. Tapi saat pemegang amanah publik serius memberikan atensi dan fasilitasi, yang sulit pun bisa berubah menjadi poin syukur yang dinikmati.

*) Oleh: Akh. Muzakki Guru Besar dan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Haji 2024

Pewarta :
Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Berita Haji Terbaru