TIMES HAJI, JAKARTA – Di sebuah kampus yang berdiri megah di jantung kota Madinah, Universitas Islam Madinah (UIM) menjadi rumah bagi ribuan mahasiswa dari seluruh dunia. Dengan jumlah 17.873 mahasiswa dari 170 negara, kampus ini bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga sebuah jembatan penghubung antara berbagai budaya dan kepercayaan. Di tengah keragaman ini, mahasiswa Indonesia menonjol dengan jumlah sekitar 1.600 orang, menjadikannya kelompok yang paling dominan.
Saat kami tiba di UIM, suasana kampus terasa hidup dan penuh semangat. Ahmad Bukhori, seorang mahasiswa asal Jakarta yang kini menjadi Ketua Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Madinah, menyambut kami dengan senyuman hangat. Dia menjelaskan, "Kampus ini memang dikhususkan untuk laki-laki, sementara mahasiswi belajar di Universitas Taibah. Ini adalah tempat kami memperdalam pengetahuan dan iman."
Kampus UIM: Pusat Pendidikan dan Budaya
Kampus UIM terletak sekitar 5 kilometer dari Masjid Nabawi, dan meskipun dirancang khusus untuk mahasiswa laki-laki, kehidupan di kampus ini sangat dinamis dan penuh warna. Ahmad, mahasiswa semester 6 Fakultas Syariah, menjelaskan bahwa selama ini, kampus ini hanya menerima mahasiswa asing untuk jenjang S1, sementara jenjang S2 dan S3 hanya untuk lulusan S1 dari UIM. "Setiap tahun, ribuan calon mahasiswa dari Indonesia mendaftar, tetapi hanya sekitar 180 yang diterima," ungkapnya.
Di kampus ini, mahasiswa tersebar di sembilan fakultas: Syariah, Al-Qur’an, Hadis dan Studi Islam, Dakwah dan Ushuluddin, Bahasa Arab, Hukum, Komputer dan Sistem Informasi, Teknik, dan Sains. Fakultas yang paling banyak diminati adalah Syariah, Hadis dan Studi Islam, serta Dakwah dan Ushuluddin.
Beasiswa dan Dukungan yang Menyeluruh
Salah satu daya tarik utama UIM adalah beasiswa penuh yang diberikan kepada setiap mahasiswa. Beasiswa ini mencakup biaya pendidikan, asrama, makan, uang saku, serta tiket pulang ke Indonesia setiap tahun. "Dulu, jika kami tidak pulang, uang tiketnya diberikan dalam bentuk tunai. Sekarang, jika tidak digunakan, uang tiketnya hangus," jelas Ahmad Bukhori.
Nilai beasiswa selama empat tahun studi dapat mencapai Rp 1 miliar. Ustaz Dr. Ariful Bahri MA, seorang alumnus UIM, menyebut beasiswa ini sebagai "1000 persen" sebagai gambaran betapa besarnya dukungan yang diberikan Kerajaan Arab Saudi untuk pendidikan Islam global. "Ini bagian dari misi Arab Saudi untuk menyebarkan Islam dan memberikan pendidikan Islam ke seluruh dunia," tambah Zulmar Adiguna, rekan Ahmad Bukhori yang juga mahasiswa UIM.
Kehidupan Sehari-hari di Asrama dan Kampus
Kehidupan sehari-hari di UIM sangat teratur dan mendukung kesejahteraan mahasiswa. Setiap mahasiswa tinggal di asrama yang disediakan oleh kampus. Gedung asrama baru memiliki kamar yang diisi dua mahasiswa, sedangkan di gedung lama, satu kamar diisi empat mahasiswa. Fasilitas asrama termasuk AC, tempat tidur, lemari, meja belajar, dan rak buku, serta fasilitas umum seperti kamar mandi, ruang cuci pakaian, dan dapur. Ahmad Bukhori menjelaskan, "Maaf jika sekarang agak berantakan, kami baru saja mengganti vendor pengelola asrama."
Mahasiswa mendapatkan uang saku bulanan sebesar SAR 850, sekitar Rp 3,6 juta. Untuk makan, mereka bisa memilih dari beberapa kantin di dalam kampus, dengan harga yang sangat terjangkau karena disubsidi oleh kampus. Salah satu kantin favorit mahasiswa Indonesia adalah Kantin Kunuz, yang menyajikan masakan Tiongkok—sesuatu yang sangat sesuai dengan lidah Indonesia.
Menyatu dengan Spiritualitas dan Aktivitas di Madinah
Kehidupan di UIM bukan hanya tentang belajar, tetapi juga tentang menyatu dengan kehidupan spiritual di Madinah. Kampus menyediakan shuttle bus yang menghubungkan mahasiswa dengan Masjid Nabawi, tempat mereka sering berkunjung untuk beribadah. "Kami biasanya pergi ke Masjid Nabawi setelah salat Duhur dan kembali ke asrama setelah salat Isya," ungkap Zulmar. Di dalam kampus yang luas, mahasiswa sering menggunakan skuter listrik atau otoped untuk berpindah tempat.
Bagi mahasiswa, waktu senggang adalah kesempatan untuk melakukan umrah ke Makkah, yang bisa dilakukan setiap saat dengan biaya SAR 50, sekitar Rp 215 ribu. Namun, untuk menunaikan haji, mereka hanya mendapat jatah sekali setiap lima tahun. "Healing kami itu umrah ke Makkah," kata Zulmar dengan penuh semangat.
Menjalani Hidup di Tengah Beragam Budaya
Di UIM, mahasiswa tidak hanya belajar ilmu agama tetapi juga belajar untuk hidup berdampingan dengan berbagai budaya dan kepercayaan. Kampus ini menjadi tempat pertemuan antara berbagai bangsa dan agama, dan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk memahami dan menghargai perbedaan.
Bagi banyak mahasiswa, terutama dari Indonesia, UIM adalah tempat yang memberikan lebih dari sekadar pendidikan akademis. Ini adalah kesempatan untuk membangun ikatan, memahami ajaran Islam lebih dalam, dan mengalami kehidupan di salah satu kota paling suci dalam Islam.
Kesimpulan: Universitas Islam Madinah sebagai Jembatan Menuju Kesejahteraan Spiritual dan Pendidikan
Universitas Islam Madinah adalah lebih dari sekadar lembaga pendidikan. Ia adalah jembatan antara budaya, agama, dan pengetahuan. Dengan fasilitas yang lengkap, beasiswa yang menyeluruh, dan kehidupan spiritual yang mendalam, UIM menyediakan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan pribadi dan akademis.
Di kampus ini, mahasiswa dari seluruh dunia, termasuk Indonesia, menemukan tempat untuk belajar, berkembang, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mereka menjalani kehidupan sehari-hari yang penuh warna dan beragam, sambil berkomitmen untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam dalam konteks global.
Dengan segala dukungan dan kesempatan yang diberikan, UIM bukan hanya membentuk masa depan akademis mahasiswanya tetapi juga berkontribusi dalam memperkuat komunitas Muslim di seluruh dunia. Bagi mahasiswa yang berkesempatan belajar di sini, perjalanan mereka adalah sebuah pengalaman yang akan terus membekas dan menginspirasi sepanjang hidup mereka.(*)