TIMES HAJI, MADINAH – Umat Islam bisa berhaji di tanah suci semata-mata adalah panggilan Allah. Sandal jepit bagi jemaah adalah salah satu 'penyelamat' kaki para jemaah haji saat di tanah suci dari cuaca ekstrem, supaya kaki tidak melepuh dan rokok salah satu 'azimat' bagi mayoritas jemaah asal Indonesia yang 'ahli hisap'.
Namun, jemaah haji Indonesia atau dari negara lain, baik di Madinah maupun di Makkah, tidak bisa merokok disembarang tempat. Jika merokok di area terlarang bisa disanksi hingga 200 riyal atau sekitar Rp800 ribu dan bahkan bisa dipenjara.
Begitu narasi singkat tentang jemaah haji, sandal jepit dan merokok di tanah suci, pada musim haji tahun 1443 Hijriah/2022 Masehi. Bagaimana kisah jemaah haji, sandal jepit dan rokok di tanah suci?
Ibadah Haji
Dalam Islam, haji adalah rukun Islam yang terakhir. Sebagai muslim yang taat tentunya ingin mengerjakan semua lima rukun Islam, syahadat, shalat, zakat, puasa dan pergi haji. Namun tidak semua orang diwajibkan untuk melakukan ibadah haji.
Baca Juga: Memahami Perintah Haji yang Terdapat di Al Quran
Orang yang diwajibkan untuk ibadah haji adalah orang yang mampu secara materi dan juga secara fisik. Dalam mengerjakan haji tentunya seseorang harus paham akan syarat, rukun dan tata caranya. Jika seseorang tersebut tidak memenuhi syarat dan rukunnya, maka ibadah haji yang dilakukan dinilai tidak sah.
Jemaah Haji Indonesia. (FOTO: dok. TIMES Indonesia)
Kata Haji berasal dari bahasa Arab ‘hajj’ yang dalam bahasa Indonesia mengunjungi atau menuju. Namun banyak juga yang mengartikan kata haji sebagai ziarah Islam tahunan. Ziarah tersebut dilakukan di kota Makkah, Arab Saudi, kota paling suci bagi umat Islam.
Sementara, jika dari akar semiotika, 'hajj' memiliki arti ‘mengelilingi, berkeliling’. Dalam tradisi orang yahudi, pengantin wanitanya akan mengelilingi pengantin pria selama upacara pernikahan. Demikian dalam Islam, orang yang melakukan ibadah haji akan mengelilingi Ka’bah.
Berdasarkan Alquran, unsur haji sudah mulai dikenal pada zaman Nabi Ibrahim AS. Menurut tradisi Islam, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk meninggalkan istrinya yaitu Siti Hajar dan putranya Ismail di gurun.
Pada saat itu, Siti Hajar kebingungan untuk mencari air, sehingga dia berlari-lari kecil diantara dua bukit Safa dan Marwah. Namun tidak juga menemukannya. Lalu, kaki Ismail kecil menggaruk-garuk tanah dan air mancur muncul di bawah kakinya. Nabi Ibrahim pun diperintahkan untuk membangun ka’bah, ia melakukannya dengan bantuan Ismail. Kisah ini tertera dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 124 sampai ayat 127 yang artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “(Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Ka’bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah makam Ibrahim itu tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkan lah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!”
"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikan lah (negeri Mekah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,” Dia (Allah) berfirman, “Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”
"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Dikisahkan dalam banyak kitab salaf, bahwa pada zaman sebelum era Islam, atau zaman jahiliyah, Ka’bah dikelilingi oleh banyak berhala. Pada tahun 630 M, Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya, berangkat dari Madinah ke Mekkah untuk membersihkan Ka’bah dengan menghancurkan berhala-berhala tersebut.
Jemaah Haji Indonesia. (FOTO: dok. TIMES Indonesia)
Pada tahun 632 M, Nabi Muhammad SAW melakukan ziarah terakhir dengan pengikutnya dan mengajari mereka cara melaksanakan ibadah haji. Dari sinilah ibadah haji ditetapkan sebagai salah satu rukun islam dan dijalankan umat Islam selamanya.
Sandal Jepit Jemaah Haji
Pada pelaksanaan haji tahun 1443 Hijriah/2022, saya (Yatimul Ainun) dari timesindonesia.co.id ditakdirkan dipilih oleh Kementerian Agama RI untuk menjadi petugas haji yang tergabung dalam Media Center Haji (MCH) daerah kerja Madinah (Daker Madinah), bersama dengan puluhan perwakilan media lainnya.
Saat tiba di tanah suci, melalui Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Arab Saudi, dengan maskapai penerbangan Garuda Indonesia, langsung menuju Makkah untuk melaksanakan tawaf rukun haji di Baitullah. Usai melaksanakan tawaf rukun haji, bersama petugas haji lainnya, langsung menuju Madinah. Karena tugasnya melayani calon tamu Allah di Madinah.
Baca Juga: Petugas Haji Siap Terima Kedatangan JCH Indonesia di Madinah
Saat menjalankan tugas menjadi pelayan tamu Allah, menyaksikan langsung suasana jemaah calon haji asal Indonesia saat berada di Madinah dan juga di Makkah. Bagi jemaah calon haji yang langsung ke Madinah, melalui Bandara Internasional Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah untuk melaksanakan Arbain di Masjid Nabawi, berdoa di Raudhah dan ziarah ke Makam Rasulullah dan ziarah ke tempat-tempat lainnya. Selesai Arbain, jemaah langsung didorong ke Makkah untuk melaksanakan puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mabit di Mina.
PPIH Kemenag RI daerah kerja (Daker) Madinah siap menerima kedatangan JCH Indonesia. (Foto: Yatimul Ainun/TIMES Indonesia)
Selama jemaah ada di tanah suci, baik di Madinah maupun di Makkah, terlihat tetap melekat dengan tradisi atau budaya saat ada di Indonesia. Seperti jemaah pria memakai sarung, baju batik, kopiah hitam dan banyak yang mencari makanan khas Indonesia, seperti bakso, pecel dan makanan khas Indonesia lainnya. Tak lupa juga, jemaah Indonesia mayoritas adalah suka belanja. Hampir mayoritas pusat perbelanjaan dipenuhi jemaah Indonesia. Baik di Makkah dan Madinah.
Kebahagian jemaah haji Indonesia tahun 2022, mendapat berkah Menteri Agama RI, H Yaqut Cholil Qoumas, yang punya kebijakan baru, berbeda dengan tahun sebelumnya. Menu makanan (katering) untuk jemaah calon haji Indonesia tahun 2022, khas Indonesia. Kebijakan ini sangat direspon sangat baik oleh jemaah.
"Alhamdulillah, makanan jemaah setiap harinya khas Indonesia. Karena untuk cari makan ala Indonesia, sangat sulit di Arab," kata Abdul Hamid, salah satu jemaah asal Banyuwangi, Jawa Timur.
Istimewanya lagi, jemaah banyak memuji bahkan 'dua jempol' untuk pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Agama RI, dua jempol untuk Gus Menteri Agama, karena jemaah dimanja dengan tiga kali makan. Pagi, siang dan malam.
Jemaah Haji Indonesia tiba di Bandara Internasional AMMA Madinah beberapa waktu lalu. (FOTO: Yatimul Ainun/TIMES Indonesia)
Tahun sebelumnya, jemaah haji hanya makan dua kali sehari semalam. "Haji reguler, tapi rasa haji plus. Makan tiga kali, hotelnya juga bagus dan bahkan ada yang bintang lima," aku Fathullah, jemaah haji asal Kota Malang, Jawa Timur, yang kebagian menempati hotel bintang 4 di Hotel Pullman Zamzam Madinah.
Keberadaan jemaah haji Indonesia di tanah suci memang mendapat acungan jempol dari pemerintah dan warga Arab Saudi. Disisi apa yang dinilai terbaik? Jemaah asal Indonesia dinilai tertib, kompak dan tidak banyak ditemukan melanggar aturan yang ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi. Sekali dilarang oleh Askar, atau pihak keamanan dan ketertiban pemerintah Arab Saudi, tidak mengulanginya lagi. Dikenal tertib aturan.
Sandal Jepit, hanya barang sederhana dan murah meriah. Hanya kisaran belasan ribu jika beli di Indonesia. Namun, sandal jepit menjadi hal berharga saat jemaah haji di tanah suci. Salah satu "penyelamat" kedua kaki dari panasnya matahari. Karena suhu udara di tanah suci, terutama di Madinah mencapai 46 derajat celcius. Jika di Makkah berkisar 43 derajat celcius. Sangat berbeda jauh dengan cuaca di Indonesia.
Baca Juga: Cegah Telapak Kaki Melepuh, Jemaah Haji Diimbau Bersandal di Pelataran Masjid Nabawi
Hampir mayoritas jemaah haji asal Indonesia, dan bahkan jemaah dari berbagai negara juga memakai alas kaki sejenis. Namun, lebih umum dipakai oleh jemaah asal Indonesia. Jika berjalan kaki keluar hotel mayoritas memakai sandal jepit. Apalagi kondisi di Makkah dan Madinah banyak jalan aspal, beton, keramik, tegel atau batu kerikil. Jika tidak memakai sandal, kaki bisa melepuh karena kena panas.
Kondisi pelataran Masjid Nabawi. Jemaah disarankan tetap pakai sandal sebelum masuk ke pintu masjid. (Foto: Yatimul Ainun/TIMES Indonesia)
Korban akibat jemaah lalai tidak memakai sandal sering terjadi di Madinah. Saat jemaah hendak pergi ke Masjid Nabawi atau akan pulang dari Masjid Nabawi. Ada juga jemaah yang sandalnya hilang, atau lupa lokasi menaruh sandalnya. Atau sandalnya dititipkan di tas teman jemaah lainnya. Namun, saat akan pulang ke hotel tidak bersama. Terpisah dari rombongan.
Di Madinah, sekitar Masjid Nabawi, petugas haji sektor khusus, di beberapa pintu masuk masjid menyediakan sandal jepit secara gratis jika ada jemaah yang kehilangan sandal dan diketahui tidak memakai sandal di halaman masjid. Di halaman Masjid Nabawi berbeda dengan di area Masjidil Haram, Makkah, yang hampir seluruh area masjid memakai marmer. Jika di halaman Masjid Nabawi mayoritas keramik, yang panasnya luar biasa, jika tidak memakai sandal.
Kaki melepuh sangat parah dialami salah satu jemaah perempuan asal Aceh. Ia langsung mendapat pertolongan dari tim Pertolongan Pertama pada Jemaah Haji (P3JH) di halaman Masjid Nabawi. Pihaknya langsung digendong oleh salah satu petugas dari P3JH, dokter Fachrurrazy Basalamah.
"Jika sudah melepuh akan lama penyembuhannya," kata Fachrurrazy. Jemaah tersebut langsung di bawa ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah.
Korban selanjutnya dialami oleh Seger Marso, jemaah asal Embarkasi Surabaya, Jawa Timur. Ia dibawa pulang ke hotel oleh petugas dalam kondisi kaki melepuh. Sandal jepit yang dipakainya tidak ditemukan karena lupa lokasi menaruhnya saat masuk ke Masjid Nabawi. Ia terpaksa harus pulang ke hotel tanpa memakai sandal.
Kondisi pelataran Masjid Nabawi. Jemaah disarankan tetap pakai sandal sebelum masuk ke pintu masjid. (Foto: Yatimul Ainun/TIMES Indonesia)
Sebelum kejadian banyak kaki jemaah melepuh, tim kesehatan haji dan semua petugas sudah terus kampanye untuk tidak lupa memakai sandal saat masuk ke halaman Masjid Nabawi. Kepala seksi Perlindungan jemaah (Kasi Linjam) Daerah Kerja (Daker) Madinah, Harun Al Rasyid, terus memerintahkan kepada timnya untuk kampanye pakai sandal.
"Jemaah harus pakai sandal saat masuk halaman Masjid Nabawi, biar telapak kakinya tidak melepuh," katanya, pada tim Media Center Haji (MCH) saat dimintai keterangan soal kasus telapak kaki jemaah melepuh.
Di sektor khusus Masjid Nabawi, sudah disediakan sandal jepit bagi jemaah yang sandalnya hilang. Begitu juga jika ada barang bawaan hilang atau ketinggalan, bisa dilaporkan ke seksi khusus tersebut. Kalau ada barang hilang dan keunggalan di area Masjid Nabawi tergolong aman. Akan diamankan oleh pihak keamanan masjid.
"Di Masjid Nabawi banyak CCTV yang dipantau langsung. Jika ada orang yang mengambil barang yang bukan haknya akan langsung ketahuan. Dan akan dinilai mencuri. Jika ketahuan akan ditangkap dan bahkan akan ditahan. Kita sudah koordinasi dan kerja sama. Jika ada barang jemaah asal Indonesia, akan kita sampaikan dan kita ambil untuk diberikan kepada pemiliknya," tegas Harun.
Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Madinah, Amin Handoyo, juga tak henti-henti mengimbau kepada jemaah melalui petugas, untuk tidak lupa pakai sandal. Jika masuk halaman masjid harus pakai sandal.
Jemaah Haji Indonesia (FOTO: Yatimul Ainun/TIMES Indonesia).
"Jika sudah masuk pintu masjid, sandal dibungkus plastik atau dimasukkan ke dalam tas saat akan shalat. Selesai shalat, saat akan keluar masjid, harus kembali dipakai," jelasnya.
Amin menjelaskan, jika telapak kaki sudah melepuh maka proses penyembuhannya lama. Butuh waktu kurang lebih 20 hari. Sementara jemaah akan masuk pada puncak haji. Harus betul-betul menjaga kesehatan. Minum sebelum haus. Kalau tidak penting, cukup di hotel atau ibadah di Masjid," katanya.
Amin handoyo juga menyampaikan bahwa begitu penting dan manfaatnya memakai sandal saat di tanah suci. Karena kondisi cuaca sangat panas. "Yang enak pakai sandal jepit. Ringan, mudah dipakai, aman ke kaki dan simpel," katanya.
Sandal jepit memang menjadi "penyelamat" bagi jemaah saat ada di tanah suci. Baik saat di Madinah maupun di Makkah. Terima kasih sandal jepit. Telah banyak membantu dan "menyelamatkan" tamu Allah di tanah suci.
Larangan Merokok
Sejak awal abad XI Hijriyah atau sekitar empat ratus tahun yang lalu, rokok dikenal dan membudaya di berbagai belahan dunia Islam. Sejak itulah sampai sekarang hukum rokok gencar dibahas oleh para ulama di berbagai negeri, baik secara kolektif maupun pribadi.
Perbedaan pendapat di antara mereka mengenai hukum rokok tidak dapat dihindari dan berakhir kontroversi. Itulah keragaman pendapat yang merupakan fatwa-fatwa yang selama ini telah banyak terbukukan.
Baca Juga: Kadaker Madinah: Hati-hati Jika Jemaah Haji Mau Merokok
Menurut Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU, KH Arwani Faishal, sebagian di antara para ulama menfatwakan mubah alias boleh, sebagian berfatwa makruh, sedangkan sebagian lainnya lebih cenderung menfatwakan haram.
Suasana di Majid Nabawi Madinah. (Foto: Yatimul Ainun/TIMES Indonesia)
Pertama, sebagian besar ulama terdahulu berpandangan, bahwa merokok itu mubah atau makruh. Mereka pada masa itu lebih bertendensi pada bukti, bahwa merokok tidak membawa mudarat, atau membawa mudarat tetapi relatif kecil. Barangkali dalam gambaran kita sekarang, bahwa kemudaratan merokok dapat pula dinyatakan tidak lebih besar dari kemudaratan durian yang jelas berkadar kolesterol tinggi.
Betapa tidak, sepuluh tahun lebih seseorang merokok dalam setiap hari merokok belum tentu menderita penyakit akibat merokok. Sedangkan selama tiga bulan saja seseorang dalam setiap hari makan durian, kemungkinan besar dia akan terjangkit penyakit berat.
Kedua, berbeda dengan pandangan sebagian besar ulama terdahulu, pandangan sebagian ulama sekarang yang cenderung mengharamkan merokok karena lebih bertendensi pada informasi (bukan bukti) mengenai hasil penelitian medis yang sangat detail dalam menemukan sekecil apa pun kemudaratan yang kemudian terkesan menjadi lebih besar. Apabila karakter penelitian medis semacam ini kurang dicermati, kemudaratan merokok akan cenderung dipahami jauh lebih besar dari apa yang sebenarnya.
Hotel Pullman Zamzam Madinah, salah satu hotel yang juga ditempati jemaah saat di Madinah. (Foto: Yatimul Ainun/TIMES Indonesia)
Selanjutnya, kemudaratan yang sebenarnya kecil dan terkesan jauh lebih besar itu (hanya dalam bayangan) dijadikan dasar untuk menetapkan hukum haram. Padahal, kemudaratan yang relatif kecil itu seharusnya dijadikan dasar untuk menetapkan hukum makruh. Hal seperti ini kemungkinan dapat terjadi khususnya dalam membahas dan menetapkan hukum merokok.
Tidakkah banyak pula makanan dan minuman yang dinyatakan halal, ternyata secara medis dipandang tidak steril untuk dikonsumsi. Mungkinkah setiap makanan dan minuman yang dinyatakan tidak steril itu kemudian dihukumi haram, ataukah harus dicermati seberapa besar kemudaratannya, kemudian ditentukan mubah, makruh ataukah haram hukumnya.
Ketiga, hukum merokok itu bisa jadi bersifat relatif dan seimbang dengan apa yang diakibatkannya mengingat hukum itu berporos pada 'illah yang mendasarinya. Dengan demikian, pada satu sisi dapat dipahami bahwa merokok itu haram bagi orang tertentu yang dimungkinkan dapat terkena mudaratnya.
Akan tetapi merokok itu mubah atau makruh bagi orang tertentu yang tidak terkena mudaratnya atau terkena mudaratnya tetapi kadarnya kecil. Keempat; kalaulah merokok itu membawa mudarat relatif kecil dengan hukum makruh, kemudian di balik kemudaratan itu terdapat kemaslahatan yang lebih besar, maka hukum makruh itu dapat berubah menjadi mubah.
Jemaah Haji Indonesia (Foto: Dokumen TIMES Indonesia)
Adapun bentuk kemaslahatan itu seperti membangkitkan semangat berpikir dan bekerja sebagaimana biasa dirasakan oleh para perokok. Hal ini selama tidak berlebihan yang dapat membawa mudarat cukup besar. Apa pun yang dikonsumsi secara berlebihan dan jika membawa mudarat cukup besar, maka haram hukumnya. Berbeda dengan benda yang secara jelas memabukkan, hukumnya tetap haram meskipun terdapat manfaat apa pun bentuknya karena kemudaratannya tentu lebih besar dari manfaatnya.
Selanjutnya, beberapa pendapat tersebut di atas, serta argumennya dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam hukum. Pertama, hukum merokok adalah mubah atau boleh karena rokok dipandang tidak membawa mudarat. Secara tegas dapat dinyatakan, bahwa hakikat rokok bukanlah benda yang memabukkan.
Kedua, hukum merokok adalah makruh karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram. Dan ketiga, hukum merokok adalah haram karena rokok secara mutlak dipandang membawa banyak mudarat. Berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis, bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam, seperti kanker, paru-paru, jantung dan lainnya setelah sekian lama membiasakannya.
Jemaah haji Indonesia yang baru datang di Madinah disambut hadrah Arab dengan lantunan shalawat Badar oleh petugas PPIH. (FOTO: MCH 2022)
Haji tahun 2022, peraturan merokok yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah Arab Saudi tergolong sangat ketat. Jemaah dilarang merokok disembarang tempat. Terbukti, jemaah tidak boleh merokok di area Masjid Nabawi Madinah. Begitu juga di area Masjidil Haram, Makkah.
Baca Juga: Jemaah Diingatkan untuk tidak Merokok di Sekitar Masjid Nabawi
Di Madinah, awal jemaah datang ke tanah haram tersebut, belum dikeluarkan aturan detail jemaah haji tidak boleh merokok di hotel dan 10 meter dari hotel yang ditempati. Jika di area Masjid Nabawi sudah dilarang sejak lama. Jika ditemukan jemaah merokok di area Masjid Nabawi, akan ditegur langsung dan bahkan akan diamankan hingga ditahan beberapa hari lamanya.
Aturan baru terbilang lebih ketat, saat jemaah haji gelombang kedua dari Makkah akan ke Madinah. Sebelum jemaah haji asal Indonesia tiba di Madinah, pihak pemerintah Arab sudah meminta pihak hotel yang akan ditempati jemaah haji untuk memasang pengumuman larangan merokok untuk ditempel di lobi hotel.
"Larangan merokok saat ini lebih ketat. Sudah ada aturan dari pemerintah Arab Saudi, larangan merokok di hotel dan 10 meter dari hotel. Sudah ada pengumuman ditempel di semua hotel yang akan ditempati jemaah," jelas Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Madinah, Amin Handoyo.
Jemaah asal Indoneaia usai pulang melaksanakan puncak haji dan kembali ke hotel masing-masing. (Foto: Yatimul Ainun/TIMES Indonesia)
Saat ini kata dia, larangan merokok tidak hanya di area Masjid Nabawi. Tapi di hotel dan sekitar hotel juga tidak boleh. "Jika ada jemaah yang ketahuan merokok di area tersebut, di Masjid Nabawi dan hotel, akan kena sanksi 200 riyal. Bahkan juga bisa ditahan," tegas Amin.
Amin berpesan, berpuasalah bagi kaum ahli hisap untuk sementara waktu. Kembali merokok jika sudah tiba di Indonesia. Supaya tidak kena denda 200 riyal dan ditahan oleh pihak keamanan Arab Saudi di Madinah. "Saya minta petugas haji juga memberi contoh baik pada jemaah. Jika merokok jangan disembarang tempat dan jangan di depan jemaah," harap Amin.
Baca Juga: Gelombang Kedua Tiba di Madinah, Jemaah Merokok di Hotel Didenda 200 Riyal
Di Madinah dan di Makkah, memang tak banyak ditemukan orang merokok disembarang tempat. Jikapun ada, merokok hanya dilakukan ditempat-tempat tertentu. Di tempat-tempat yang memang jauh dari kerumunan orang banyak. Kadang terlihat ada yang merokok di luar depan hotel atau disamping bangunan hotel. Atau memang di tempat tertentu yang memang boleh merokok.
"Nasib ahli hisap. Di Madinah tidak lagi bebas merokok disembarang tempat. Harus sembunyi-sembunyi. Tapi jika ketahuan bisa bayar 200 riyal. Lumayan mahal sanksinya. Lebih baik kita puasa meroko dulu. Nanti saja merokok saat sudah di Indonesia," kata Lamsuri, jemaah haji yang perokok dari Sumenep, Jawa Timur.
Petugas mengatur koper-koper milik jemaah haji Indonesia. Jemaah asal Indonesia mulai meninggalkan Arab Saudi pada 15 Juli. (FOTO: MCH 2022)
Ia mengaku tak masalah ada larangan merokok selama ada di Arab Saudi. Karena memang negara Islam dan mayoritas masyarakatnya tidak merokok. Selain dinilai rokok hukumnya haram dan juga kurang baik jika merokok di dekat-dekat Masjid Nabawi apalagi di Masjidil Haram, Makkah. "Kita fokus ibadah saja. Tahan dulu walaupun sangat kepingin merokok," katanya.
Hal berbeda dirasa Abdurahman, jemaah asal Jawa Tengah. Ia mengaku sangat gelisah jika sepenuhnya dilarang merokok di semua tempat. "Pusing jika tidak merokok. Pikiran tidak tenang. Gelisah sekali ada aturan dilarang merokok hinggal 10 meter dari hotel. Jika ketahuan didenda 200 riyal," keluh Abdurrahman.
Abdurrahman bercerita, ia bersama tiga jemaah lainnya di satu kamar hotel yang ia tempati juga gelisah karena tidak boleh merokok. Apalagi sesudah makan. "Jika sudah makan tidak merokok, gimana gitu rasanya. Kurang sempurna nikmat makannya. Ya, terpaksa kita cari tempat yang bisa buat merokok dan tidak dikena denda," katanya.
Baca Juga: Saat di Madinah, Jemaah Merokok di Hotel dan Sekitarnya Didenda 200 Riyal
Mayoritas jemaah haji pria asal Indonesia, memang perokok. Dari Indonesia sudah banyak yang membawa rokok. Terbukti, saat pemeriksaan koper bawaan di beberapa Embarkasi di Indonesia, ditemukan jemaah membawa banyak rokok. Ada yang diamankan oleh petugas Bandara karena dinilai melebihi batas sesuai dengan ketentuan.
Suasana di Mina, lokasi jemaah akan melaksanakan lempar Jumrah. (Foto: MCH 2022/TIMES Indonesia)
Kementerian Agama RI sudah mengimbau bahkan sudah ada aturan terkait barang bawaan. “Agar koper tidak dibongkar lagi saat di Bandara, kami minta jemaah untuk memperhatikan dan mematuhi ketentuan barang bawaan,” tegas Staf Khusus Menteri Agama, Bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo.
Menurut Wibowo, Kemenag telah menerbitkan surat edaran Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji (PHU) yang mengatur tentang barang bawaan. Misalnya, tentang batas maksimal berat koper, jenis koper atau tas yang bisa dibawa, serta sejumlah barang yang dilarang untuk dibawa. “Sudah diatur juga ketentuan membawa obat-obatan, termasuk larangan memasukkan air Zamzam ke dalam koper,” kata Wibowo.
Baca Juga: Jemaah Dilarang Masukkan Air Zamzam di Koper, Petugas: Pemeriksaan Bisa Bikin Delay 12 Jam
Kenyataannya, banyak ditemukan jemaah yang membawa rokok dengan jumlah yang berlebih sehingga kopernya harus dibongkar.
Walau sudah ada aturan jelas, tidak boleh membawa rokok ke tanah sudah secara berlebihan, masih banyak jemaah yang memaksakan diri dan lolos membawa rokok cukup banyak dan mampu mencukupi untuk kebutuhan selama berada di tanah suci. Karena diketahui, di Arab Saudi selain tidak semua tempat ada yang menjual rokok, jikapun ada harga rokok cukup mahal. Ada memang tempat khusus jual aneka jenis rokok asal Indonesia di Jeddah. Namun, harganya selangit.(*)